*Prestasi Dinasti Bani Abbasiyah Dalam Pengembangan Ilmu
Gaya pemerintah Dinasti Bani Abbasiyah Dikenal lebih suka membangun Kemampuan dan setabilitas internal daripada melakukan ekspansi wilayah, Salah satuberbeda sekali dengan dinasti pendahuluanya, yakin Dinasti Bani Umayyah adalah mencurahkan perhatian yang besar kepada ilmu pengetahuan dan pradaban.Menurut perkiraan sejarah, hal ini dikarenakan pengaruh orang-orang Persia dikenal sebagai bangsa yang gemar dan cinta ilmu pengetahuan.
Sejak masa Khalifah Ja'fari al Mansur (754-775 M)
Abbasiyah, upaya-upaya dan kegiyatan mengembangkan Ilmu pengetahuan sudah dimulai.
Sehinga dapat dikatakan bahwa Ja'far al Mansur tidak saja berjasa karena meletakkan sendi-sendi dan fondasi yang kuat bagi tegakanya Dinasti Bani Abbasiyah, tetapi juga dialah yang merintis dan merambah jalan bagi tumbuh dan kembangnya ilmu pengetahuan.
Adapun upaya-upaya yang dirintisnya berupa perintah dan kebajikan khalifah melakukan penerjemahan Buku-buku, naskah-naskah kuno, baik yang berupa manuskrip atau tulisan tangan ke dalam bahasa Arab. Buku-buku , naskah-naskah,dan manuskrip yang menjadi minatanya adalah filsafat, astronomi, dan kedokteran.
Kebijakan khalifah Ja'far al Mansur kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh Harun al Rasyid (786-809M). Kalifah kelima Dinasti Bani Abasiyah ini juga telah mengeluarkan kebijakan yang mendorong tumbuh berkembangnya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ketika berkuasa, dia memerintahkan agar para jendral dan panglima perang serta para gubernur saat menaklukkan kedalam bahasa Arab.
Setelah Harun al Rasyid meningal, ia digantikan oleh putranya al Makmun (813-833M). Al Makmun juga khalifah Dinasti Bani Abbasiyah yang sangat terkenal karna kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, kususnya filsafat. Filsafat adalah bidang ilmu pengetahuan yang paling dicintainya, karna menurutnya dengan belajar filsafat orang akan mencapai kebenaran.
Karna alasan kecintaanya kepada ilmu pengetahuan, maka ketika dia sudah diangkat menjadi khalifah pun, dia rela meningalkan istana Bagdad yang megah dan mewah. Istana Bagdad yang dipenuhi dengan segala fasilitas dan kenyamanan. Dia justru memilih tingal di kota merv untuk memperdalam mintanya kepada filsafat.
Setelah kembali memperdalam filsafat, al Makmun kemudian mengendalikan roda pemerintah.Dia juga seperti ayah nya meneluarkan kebajikan mengembangkan ilmu pengetahuan. Jasaya yang terkenal adalah mendirikan baitul hikmah (house of wisdom) Lembaga ini yang sangat berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan yang ber kembang pada masa Dinasti Bani Abbasyiah dari tahun (750-1258M), antara lain fasilitas, astronomi, kedokteran, dan matematika . Hal ini terjadi dikarenakan buku-buku dan naskah-naskah serta manuskrip yang diterjemahkan membahas bidang-bidang tersebut. juga karna pertemuan budaya dengan meluasnya wilayah dunia Islam sejak zaman Dinasti Bani Umayyah.
*Dalam Bidang Fasilitas
Fasilitas adalah bidang ilmu pengetahuan yang berkembang sangat pesatpada mas Dinasti Bani Abbasiyah, Ini dikarenakan peran peran khalifah Dinasti Bani Abbasiyah abat pertama yang gigih mendorong dan melindungi pengembang ilmu pengetahuan dan peradapan Islam. Fasilitas Islam ber kembang setelah para ilmuan muslim mempelajari dan menguasai filsafat Yunani Kuno (greek). Buku-buku filsafat karya Socrates,Plato, dan Aritoles sangat diminta oleh para ilmu muslim pada saat itu.
Akan tetapi, jagalah kemudian menduga bahwa filsafat islam itu hanya meniru atau menjiplak filsafat Yunani Kuno, Karena setelah mempelajari dan memperdalam pemikiran para filsuf Yunai Kuno, para filsuf muslim kemudian melahir kan karya-karya orsinal dan asli mereka. contoh adalah Ibnu Sina, filsuf muslim yang paling terdepan. Dia menulis sebuah karya, Hikmat al Masriqiyyun yang membedaka filsafat Yunani dari filsafat islam atau Timur.
Adapun beberapa filsuf muslim yang menonjol pada masa Dinasti Bani Abbasiyah,di antaranya:
*Al Farbi
Ibnu Farbi adalah fil suf muslim pertama. Lahir dengan nama Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzalagh al Farabi di Farab pada tahun 870 M. Farab adalah nama sebuah kota di wilayah Transoxiana (sekarang Uzbekistan). Dalam bahasa latin atau di barat nama al Farbi dikenal dengan nama Alfarabius.
Al Farabi memulai belajar di Khurasan, sebuah kuta di Persia (Iran) kemudian pindah ke Bagdad. Bagdad dan Damaskus pada saat itu adalah dua kota yang sangat ter kenal sebagai pusat belajar. Sebelumnya, tempat pilihan belajar adalah Mekah dan Madinah.
Selama belajar di Bagdad, al Farbi mengagumi guru-gurunya yang kebanyakan piawai dan andal dalam filsafat, khususnya filsafat Yunani Kuno (greek). Setelah berhasil mempelajari filsafat, dia mengabdi pada Raja Saifud Daullah penguasa wilayah Halab (Allepo) dan Damaskus.
Dari al Farabi inilah pemikiran fil safat Yunani Kuno, khususnya Arisoteles dan Platonius diper kenalkan ke dalam dunia pemikiran Islam pada saat itu. Karena keandalanya dalam menguasai pemikiran Aristoteles, al Farbi dikenal sebagai guru kedua (secon master atau al mualim atas tsaani). Sedangkan guru pertama dalam dunia filsafat adalah Aristoteles.
Sebagai seorang filsuf, al Farabi juga mengemari musik. Ini dikarenakan pada masa kekhalifahan Dinasti Bani Abbasiyah, musik banyak dimintai orang termasuk para khalifah. Dalam bidang musik, al Farbi mengarang sebuah buku yang berjudul Buku Besar Musik (Great Book of Music).
Menurut catatan, al Farbi telah menulis kurang lebih 100 buku, namun sayang banyak dari karya-karyanya hilang. Hanya sebagai kecil saja yang masih di dapatkan.itupun dalah bahasa Latin atau Inggris.
Sebagai filsuf Islam pertama, pikiran al Farbi kemudian banyak memberikan pengaruh yang besar, tidak saja kepada filsuf muslim tetapijuga kristen. Diantara filsuf muslim yang banyak di pengaruhi pemikiran al Farbi adalah Yahya bin Adi, al Sajistani, al Amiri, at Taukhidi, dan Ibnu Rusyid. Sedangkan filsuf Kristen yang banyak dipengaruhi pemikiran al Farabi adalah Thomas Aquinasi.